HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

DOWNLOAD MATERINYA DISINI!!!

DISKUSI MATA KULIAH PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR

(GEMBEL)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PEMBICARA                        :

  1. DORA VIRGOLIN TAMBUNAN (2012)
  2. INDAH T. SARAGIH (2012)

PEMATERI                :

  1. ANA MARIA F. PASARIBU (2013)
  2. DEDEK MULYANTA KEMBAREN (2013)

MODERATOR          : LAURENSIAH TOBING (2013)

  1. Pengertian Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara

Badan peradilan Indonesia sudah ada sejak Indonesia merdeka, dan secara terus menerus diperbaharui dan disempurnakan secara bertahap. Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, Peradilan Umum, dan terakhir Peradilan Tata Usaha Negara, yang diatur dengan undang-undang serta disempurnakan dengan undang-undang.

Dalam UU No. 14 Tahun 1970 Pasal 10 ditentukan bahwa ada 4 lingkungan peradilan, yaitu;

  1. Peradilan Umum,
  2. Peradilan Militer,
  3. Peradilan Agama, dan
  4. Peradilan Administrasi Negara/Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) diciptakan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah dengan warga masyarakat, akibat dari adanya perbuatan pemerintah yang dianggap melangggar hak-hak dari warga masyarakat. Undang-Undang PTUN yang berlaku saat ini adalah UU Republik Indonesia No.9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986.

Pada Pasal 4 dikatakan bahwa, Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 6 ayat (1) Pengadilan TUN berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Pasal 6 ayat (2) Pengadilan Tinggi TUN berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi daerah Provinsi.

Menurut Rozali Abdullah, Hukum Acara PTUN rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana harus bertindak satu sama lain, untuk melaksanakan berjalannya peraturan Tata Usaha Negara atau Administrasi Negara. Hukum ini mengatur cara bersengketa di Peradilan TUN serta mengatur hak dan kewajibandari pihak terkait dalam proses penyelesaian sengketa[1].

  1. Asas-asas Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam hukum acara PTUN dikenal beberapa landasan normatif operasional hukum, yaitu;

  • Asas praduga rectmatig (vermoeden van rectmatigheid atau praesumptio iustae causa)

Dengan asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan dari Badan atau Pejabat TUN serta tindakan Badan atau Pejabat TUN yang digugat ( Pasal 67 ayat (1) UU PTUN)

  • Asas pembuktian bebas

Asas ini termuat dalam Pasal 107 UU No.5 Tahun 1986, tapi masih dibatasi oleh Pasal 100.

  • Asas hakim aktif

Keaktifan hakim dimaksudkan untuk menimbangi kedudukan para pihak, karena tergugat adalah pejabat TUN, penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Pada Pasal 58, 63 ayat (1) dan (2), 80 dan pasal 85.

  • Asas putusan pengadilan memiliki kekuatan mengikat erga omnes

Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian, putusan pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja, tidak terbatas hanya kepada para pihak yang bersengketa.

  • Asas acara dengan tulisan

Pada hukum acara TUN berlaku prinsip beracra dengan surat atau tulisan (schriftelijke procedure).

  1. Tidak diwajibkan bantuan beracara
  2. Asas berperkara dengan cuma-cuma

UU No.14 Tahun 1970 menganut prinsip bahwa peradilan harus sederhana, cepat dan biayanya murah.

  • Sidang terbuka untuk umum

Bahwa sidang pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum dan semua putusan akan sah dan mempunyai kekuatan hukum tetap apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

  • Peradilan yang berjenjang

Dengan peradilan yang berjenjang diharapkan para pencari keadilan akan mendapatkan putusan yang adil.

  1. Kompetensi PTUN
  • Kompetensi relatif
  • Kompetensi absolut

  1. Perbandingan Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PTUN
  • Objek gugatan
  • Kedudukan para pihak
  • Tenggang waktu pengajuan gugatan
  • Tuntutan
  • Pemeriksaan
  • Pembuktian
  • Putusan

  1. Perihal Pengajuan Gugatan

Prosedur Peradilan TUN dimulai dengan adanya gugatan dari penggugat dimana biasanya adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan oleh suatu keputusan Badan atau Pejabat TUN. Gugatan dilakukan secara tertulis, dan apabila mereka tidak dapat menulis maka mereka bisa diberi bantuan untuk menuliskan gugatannya itu.

Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat TUN yang harus ditujukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang sesuai dengan wilayah dan atributnya dimana penggugat menuntut agar keputusan TUN dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.

Suatu gugatan harus didaftarkan dalam kurun waktu 90 hari yang terhitung sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat TUN tersebut (Pasal 56).

Adapun yang menjadi objek dari sengketa pada PTUN adalah Keputusan TUN. Dalam menilai suatu putusan TUN, pengadilan menggunakan dasar pengujian yang terdapat dalam Pasal 53 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986. Yang berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN adalah pengadilan daerah hukumnya yang meliputi tempat kedudukan menurut hukum dari tergugat[2].

a. Adapun syarat-syarat gugatan, yaitu;

  • Gugatan harus memuat;
  1. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya,
  2. Nama jabatan, tempat kedudukan tergugat, dan
  3. Dasar gugatan dan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan.
  • Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa dari penggugat, maka harus disertai dengan surat juasa yang sah;
  • Gugatan sedapat mungkin harus disertai Keputusan TUN yang disengketakan.

Apabila persyaratan tersebut diatas tidak dipenuhi, maka gugatan tersebut tidak diterima atau tidak berdasar yang dinyatakan oleh ketua pengadilan.

b. Dengan biaya dan tanpa biaya

Pada prinsipnya untuk berperkara diperlukan biaya, hal ini didasarkan pada Pasal 59 ayat (1) UU PTUN. Uang muka berperkara dibayarkan terlebih dahulu sebagai panjar oleh penggugat dengan berbagai perkiraan dalam proses berperkara. Untuk menghindari berperkara yang berongkos tinggi, maka panitera hendaknya mengingat kondisi keuangan penggugat agar dapat dijamgkau oleh penggugat.

Namun, prinsip ini juga tidak menutup kemungkinan untuk berperkara tanpa biaya, hal ini berlaku bagi orang yang tidak mampu.

c. Pencatatan perkara

Setelah penggugat membayar uang dimuka untuk perkara tersebut, maka panitera akan mendaftarkan perkara tersebut, setelah itu penggugat akan diberi bukti bahwa perkara tersebut sudah didaftarkan yang berisi nomor register perkara dan uang muka perkara yang telah dibayarkan.

Namun berbeda halnya bagi mereka yang berperkara tanpa biaya atau cuma-cuma, dimana gugatan baru akan dicatat apabila sudah ada penetapan tentang pengabulan dari pengajuan perkara tanpa biaya.

d. Rapat permusyawaratan

Dalam hukum acara TUN dikenal dengan adanya prosedur penyelesaian yang disederhanakan. Dalam hal ini ketua pengadilan diberi kewenangan untuk memutuskan penetapan yang berdasarkan pertimbangan mengenai diterima atau tidaknya gugatan tersebut sebelum dilakukan proses pemeriksaan pada pokok perkaranya, dimana ketua tersebut melakukan penelitian terhadap gugatan apakah memenuhi syarat atau tidak.

e. Pemeriksaan persiapan

Dalam hukum acara TUN ada kewajiban hakim untuk mengadakan pemeriksaan persiapan, sebelum memeriksa pokok perkara yang menjadi sengketanya

f. Penetapan hari sidang

Setelah gugatan dicatat dalam daftar perkara, hakim dalam jangka waktu 30 hari menentukan hari, jam, dan tempat persidangan, serta memanggil kedua belah pihak untuk hadir pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Dalam hal ini, hakim mempertimbangkan jarak tempat tinggal para pihak dengan tempat pengadilan.

g. Pemanggilan para pihak

Tenggang waktu pemanggilan para pihak dengan waktu sidang tidak boleh lebih dari 6 hari, ini untuk mempersiapkan segala sesuatau yang berkaitan dengan itu. Pemanggilan akan dilakukan apabila gugatan dianggap sudah lengkap setelah dilakukan hakim pemeriksaan terkain dengan itu. Pemanggilan akan dianggap sah apabila para pihak telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat/tertulis. Ada juga ketentuan tertentu, apabila salah satu pihak berada di luar negeri.

Suatu gugatan pada prinsipnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan TUN, hanya saja penggugat bisa mengajukan permohonan agar keputusan TUN tersebut ditunda selama pemeriksaan sengketa berjalan sampai mempunyai kekuatan hukum tetap.

  1. Penyelesaian Sengketa TUN
  • Tidak ada rekonvensi
  • Pengakuan
  • Sangkalan/bantahan pokok perkara
  • Eksepsi atau tangkisan
  • Internesi [3]
  1. Acara Pemeriksaan di TUN
  • Pemeriksaan dengan Acara Biasa

Setelah para pihak dipanggil untuk datang pada hari dan tempat yang telah ditentukan, maka dimulailah pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Apabila tidak ada permohonan dari penggugat untuk dilakukan pemeriksaan acara cepat, maka pemeriksaan sengketa akan dilakukan dengan acara biasa.

Dalam acara biasa, pengadilan akan memeriksa dan memutus perkara yang diajukan oleh penggugat dengan 3 orang hakim, dimana 1 hakim ditunjuk sebagai ketua serta persidangan harus dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum sebagai syarat mutlak sahnya suatu putusan.

Apabila setelah ditentukan hari dan tempat, penggugat atau kuasanya tidak hadir pada saat persidangan pertama, maka akan dilakukan pemanggilan kedua dan apabila panggilan kedua tidak diindahkan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka gugatan tersebut dinyatkan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara[4].

Apabila setelah ditentukan hari dan tempat persidangan ternyata tergugat tidak hadir 2 kali berturut-turut atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka hakim akan meminta kepada atasan tergugat untuk memerintahkannya menanggapi panggilan tersebut.

Persidangan akan ditunda apabila pihak tergugat lebih dari satu orang dan satu atau lebih diantara mereka atau kuasanya tidak datang, ini diberitahukan kepada yang datang dan kepada yang tidak datang akan diperintahkan untuk dipanggil sekali lagi. Apabila tidak hadir juga, maka sidang akan dilanjutkan tanpa kehadiran tergugat.

Setelah adanya pemanggilan kepada para pihak, maka pemeriksaan dipersidangan akan dilakukan yang diawali dengan pembacaan dari gugatan dan jawabannya (apabila telah ada) dan kepada tergugat diberi kesempatan untuk menyampaikan jawabannya. Sebelum tergugat memberikan jawaban, penggugat bisa setiap saat untuk membatalkan gugatannya tetapi tidak tertutup kemungkinan setelah mendengar jawaban dicabut gugatan dan dikabulkan dengan persetujuan tergugat.

Selama pemeriksaan berjalan, demi kelancaran pemeriksaan, ketua sidang berhak memberikan petunjuk kepada para pihak mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka. Dalam hal ini, tidak tertutup juga kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum perdata diluar dari yang bersengketa ikut serta atau diikutsertakan selama proses pemeriksaan berjalan.

Apabila sengketa tidak dapat selesai dalam satu hari, maka akan dilanjutkan pada persidangan berikutnya. Sidang lanjutan akan diberitahukan dan dianggap sebagai panggilan terhadap para pihak, apabila pada persidangan berikutnya salah satu pihak tidak hadir kendatipun sudah dipanggil tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sidang tersebut akan tetap dilanjutkan.

  • Pemeriksaan dengan Acara Cepat

Dalam pengadilan TUN ada dikenal pemeriksaan dengan acara cepat, apabila diminta oleh penggugat kepengadilan jika terdapat kepentingan yang cukup mendesak dan berdasarkan kesimpulan dari alasan-alasan permohonannya.

Dalam acara cepat, bukan hanya pemeriksaannya saja yang dipercepat tetapi juga putusannya. Setelah permohonan tersebut diterima pengadilan, ketua pengadilan dalam jangka waktu 14 hari menetapkan pengabulan atau penolakan permohonan.

Apabila permohonan dikabulkan, maka permeriksaan sengketanya dilakukam dengan acara cepat yang diperiksa oleh dan hakim tunggal dan ketua pengadilan dalam jangka waktu 7 hari setelah dilakukan penetapan pengabulan pemeriksaan dengan acara cepat, menetapkan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan.

  1. Pembuktian

Dalam suatu proses berperkara dilingkungan pengadilan TUN, salah satu tugas dari hakim adalah menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya terjadi antara penggugat dan tergugat. Inilah yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan, dan dalam hal ini hakim harus mengindahkan aturan-aturan yang berlaku dalam hukum pembuktian.

Hal yang dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang dibantah oleh pihak yang tergugat. [5]Penggugat diberi kesempatan membuktikan kebenaran dalil gugatannya, dan tergugat diberikan juga kesempatan membuktikan kebenaran dari apa yang disangkalnya.

Untuk membuktikan dalil-dalil tersebut, dalam PTUN dikenal dengan 5 alat bukti, yaitu;

  • Surat atau tulisan;
  • Keterangan ahli;
  • Keterangan saksi;
  • Pengakuan para pihak;

Ada 2 macam pengakuan dalam hukum acara perdata,

  1. Pengakuan di depan persidangan oleh pihak yang bersengketa sendiri atau pihak yang diberi kuasa yang sah,
  2. Pengakuan diluar sidang, pembuktiannya diserahkan kepada hakim.
  • Pengetahuan hakim.

Yurisprudensi ini terdapat dalam putusan MA tanggal 10 April 1957 Reg. No. 213 K/Sip?1955.

  1. Putusan Pengadilan TUN

Putusan adalah tindakan hakim untuk mengabulkan atau menolak sebagian atau seluruhnya terhadap tuntutan yang diajukan oleh penggugat. Hakim wajib memutuskan bagian demi bagian, namun hakim dilarang memutus lebih dari tuntutan atau hal-hal yang tidak dituntut oleh penggugat.

a. Macam-macam putusan

Majelis hakim dapat membuat suatu putusan guna menyelesaikan sengketa TUN berdasarkan atas fakta dan bukti yang diperoleh selama persidangan. Untuk menentukan hal ini, hakim akan bermusyawarah secara tertutup dalam suatu ruangan untuk memutuskan putusan yang akan dijatuhkan, metode musyawarah yang digunakan adalah;

  • Putusan yang dibuat dalam musyawarah majelis hakim yang dipimpin oleh hakim ketua sidang merupakan hasil permufakatan bulat.
  • Bila musyawarah majelis hakim tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, maka musyawarah ditunda sampai musyawarah selanjutnya.
  • Bila pada musyawarah berikutnya majelis hakim tidak dapat membentuk putusan akhir, maka hakim ketua sidang yang menenentukan putusan akhir.

Putusan yang melalui musyawarah mufakat berkaitan dengan objektifitas putusan yang didasarkan pada penilaian terhadap sengketa.

Ada 3 macam putusan akhir, yang dilihat dari segi sifatnya, yaitu :

  • Putusan akhir yang bersifat menghukum,
  • Putusan akhir yang berifat menciptakan,
  • Putusan akhir yang bersifat pernyataan.

Ditinjau dari segi isi gugatan yang diajukan oleh penggugat, pengadilan dapat membuat salah satu putusan berikut (Pasal 97 Ayat (7)):

  1. Gugatan ditolak,
  2. Gugatan dikabulkan,
  3. Gugatan tidak diterima,
  4. Gugatan gugur.

Ditinjau dari segi kekuatan putusan pengadilan, ada tiga macam bentuk kekuatan keputusan, yaitu:

  • Kekuatan mengikat. Putusan hakim yang bersifat tetap tidak dapat digunakan upaya hukum lagi atau telah pasti sifatnya memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kekuatan hukum ini mengikat secara umum.
  • Kekuatan eksekutorial. Putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap pada umumnya dapat dijalankan putusan tersebut, sehingga memiliki kekuatan eksekutorial.
  • Kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian putusan pengadilan itu sejajar dan serupa dengan akta otentik sehingga selalu dikabulkan kebenarannya.

b. Unsur putusan

Sebagai syarat sahnya putusan, PTUN harus memuat unsur-unsur tertentu dalam putusan (Pasal 109 Ayat (1)):

  1. Kepala surat berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menurut Pasal 4 Ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 bahwa peradilan dilaksanakan sesuai dengan bunyi rumusan kepala putusan tersebut.
  2. Identitas para pihak meliputi: nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak.
  3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat jelas. Ini membuktikan bahwa alasan-alasan yang dikemukakan kedua belah pihak sesuai dengan asas audi et alteram partem, telah menjadi bagian dari putusan tersebut dan secara adil dan objektif dijadikan sebagai dasar pertimbangan putusan.
  4. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa tersebut diperiksa. Pertimbangan merupakan dasar dari pengambilan keputusan.
  5. Alasan yang menjadi dasar putusan. Argumen yuridis harus dicantumkan sehubungan dengan sengketa yang diperiksa.
  6. Amar keputusan tentang sengketa dan biaya perkara. Amar merupakan tanggapan atau jawaban terhadap petitum yang diajukan oleh penggugat. Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya materai, biaya saksi, biaya ahli dan ahli bahasa, biaya pemeriksaan diluar sidang, dan biaya yang diperlukan untuk pemutusan sengketa atas perintah hakim ketua. Jumlah biaya perkara oleh penggugat atau tergugat harus dicantumkan dalam amar putusan akhir pengadilan.
  7. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutuskan, nama panitera, keterangan hadir atau tidak hadirnya para pihak. Selambat-lambatnya 30 hari sesudah putusan pengadilan diucapkan maka harus ditandatangani oleh majelis hakim yang memutus dan panitera yang turut bersidang[6].

  1. Upaya-Upaya Yang Dapat Dilakukan Terhadap Putusan Pengadilan

Upaya hukum adalah hak bagi pihak yang dikalahkan oleh pengadilan untuk tidak menerima putusan hakim. Upaya hukum dalam PTUN terhadap suatu putusan hakim dapat ditempuh melalui:

a. Pemeriksaan banding

Pemeriksaan ditingkat banding adalah pemeriksaan judex factie pada tingkat akhir. Pemeriksaan dilakukan kembali secara menyeluruh. Permohonan pemeriksaan banding yang diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasa hukumnya kepada PTUN yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu 14 hari sesudah diputus secara sah, yang disertai dengan pembayaran uang muka biaya perkara terlebih dahulu (Pasal 123 UU No. 5 Tahun 1986).

Ada beberapa putusan pengadilan yang bersifat putusan akhir yang tidak dapat dimohonkan pemeriksaan banding oleh Pengadilan Tinggi TUN adalah sebagai berikut:

  • Penetapan dismissal (Pasal 62 ayat 1)
  • Putusan perlawanan (Pasal 62 ayat 6)
  • Putusan penundaan pelaksanaan putusan yang digugat (Pasal 67)
  • Putusan perlawanan pihak ketiga terhadap eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 118 ayat 1).

Pengadilan Tinggi TUN memeriksa dan memutus perkara banding dengan paling sedikit tiga orang hakim. Bila Pengadilan Tinggi TUN berpendapat bahwa pemeriksaan PTUN kurang lengkap, maka tindakan yang dapat dilakukan oleh Pengadilan Tinggi TUN dalam hal seperti itu adalah:

  • Mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan tambahan
  • Memerintahkan PTUN pada tingkat pertama yang bersangkutan untuk melaksanakan pemeriksaan tambahan tersebut.

Putusan Pengadilan Tinggi TUN terhadap sengketa TUN yang dimohonkan banding tersebut dapat berupa:

  • Menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama,
  • Membatalkan untuk seluruhnya atau sebagian dari putusan hakim pada tingkat pertama dengan mengadili sendiri kembali terhadap perkara TUN tersebut.

b. Pemeriksaan kasasi

Mahkamah Agung sebagai lembaga Pengadilan Negara Tertinggi merupakan pengadilan kasasi terhadap putusan-putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi TUN atau pengadilan tingkat terakhir dari semua lingkup peradilan yang ada (Pasal 29 UU No. 14 Tahun 1985).

Pemeriksaan kasasi dalam lingkungan Peradilan TUN hanya diatur dalam satu pasal saja, yaitu Pasal 131 UU No. 5 Tahun 1986. Inti dari pasal ini adalah bahwa terhadap putusan tingkat terakhir, pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi. Sedangkan mengenai hukum acaranya ditetapkan sesuai ketentuan Pasal 55 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung[7].

Permohonan kasasi dapat diajukan dengan syarat sebagai berikut:

  • Pemohon telah menempuh upaya hukum banding terhadap perkaranya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
  • Permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali saja.
  1. Prosedur pengajuan kasasi

Untuk menjamin bahwa upaya hukum melalui kasasi dapat dikabulkan, perlu ditempuh sejumlah prosedur yang telah ditentukan sebagai berikut:

  • Permohonan kasasi diajukan oleh para pihak yang bersengketa atau kuasanya secara tertulis atau lisan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon
  • Permohonan kasasi tersebut diajukan melalui panitera PTUN (tingkat pertama) yang memutuskan perkara tersebut
  • Jika tenggang waktu 14 hari tersebut terlampaui tanpa ada pengajuan permohonan kasasi oleh pihak yang bersengketa, maka pihak yang bersengketa dianggap telah menerima putusan pengadilan tersebut
  • Pemohon kasasi harus membayar biaya pemeriksaan kasasi tersebut
  • Setelah pemohon membayar biaya perkara, panitera berkewajiban melakukan beberapa hal yaitu:
  1. Mencatat permohonan kasasi dalam buku register
  2. Pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara
  3. Selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah permohonan kasasi terdaftar, panitera memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan tersebut.
  • Permohonan selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan tersebut dicabut dalam buku register, wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasannya
  • Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam sengketa yang dimaksud dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 30 hari
  • Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi (kontar memori kasasi) kepada panitera dalam tenggang wantu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi
  • Panitera mengirimkan seluruh berkas perkara (meliputi permohonan kasasi, memori kasasi, kontra memori kasasi, perkara-perkara lain)
  1. Panitera Mahkamah Agung melakukan tindakan:
  2. Mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya
  3. Membuat cacatan singkat tentang isinya
  4. Melaporkan semua itu kepada Ketua Mahkamah Agung

c. Perlawanan oleh pihak ketiga

Perlawanan pihak ketiga yang tidak ikut serta dalam proses perkara menurut Pasal 83 UU No. 5 Tahun 1986 harus diajukan dengan beberapa persyaratan sebagai berikut:

  • Pihak ketiga tersebut belum pernah ikut serta atau diikutsertakan selama pemeriksaan sengketa yang bersangkutan menurut ketentuan Pasal 83.
  • Adanya hubungan kepentingan dengan pelaksanaan putusan pengadilan.
  • Gugatan perlawanan tersebut harus diajukan pada saat sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tersebut dilaksanakan
  • Gugatan perlawanan dibuat dengan memuat alasan-alasan tentang permohonan pihak ketiga dengan memenuhi syarat-syarat formil dan materiil sebuah gugatan (Pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986)

d. Peninjauan kembali

Peninjauan kembali dan pemeriksaan perlawanan sering kali diklasifikasikan sebagai upaya hukum luar biasa. Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan pada alasan adalah 180 hari (Pasal 69 UU No. 5 Tahun 1986).

Prosedur pengajuan permohonan peninjauan kembali adlah sebagai berikut:

  • Para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu mengajukan permohonan secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar-dasar perrmohonan itu dan dimasukkan ke Kepaniteraan Pengadilan TUN yang memutus perkara dalam tingkat pertama
  • Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melaui Ketua PTUN yang memutus perkara pada tingkat pertama.
  • Pemohon membayar biaya perkara yang ditentukan.
  • Setelah Ketua Pengadilan TUN yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon (termohon) dengan maksud sebagai berikut:
  1. Dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 huruf a dan b agar pihak termohon mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
  2. Dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah satu alasan yang tersebut dalam Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat diketahui.
  • Dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 huruf a atau b, pihak termohon diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali tersebut.
  • Surat jawaban diserahkan atau dikirim kepada PengadilanTUN yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
  • Untuk surat jawaban yang telah diterima oleh panitera, selanjutnya panitera berkewajiban dalam hal sebagai berikut: Membubuhkan cap, hari, dan tanggal diterimanya jawaban tersebut pada surat jawaban.
  • Menyampaikan atau mengirim salinan surat jawaban tersebut kepada pihak pemohon untuk diketahui.
  • Untuk permohonan peninjauan kembali tidak diadakan surat-menyurat antara pemohon dan atau pihak lain dengan Mahkamah Agung.
  • Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya dikirimkan oleh panitera kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu 30 hari.

Beberapa bentuk putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali adalah sebagai berikut:

  • Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali, dan kemudian memeriksa serta memutus sendiri perkaranya.
  • Menolak permohonan peninjauan kembali, dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.

Selanjutnya panitera Pengadilan TUN yang bersangkutan menyampaikan salinan putusan itu kepada pemohon serta memberitahukan putusan itu kepada pihak termohon dengan memberikan salinannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari.

SOAL :

  1. Hal apakah yang menjadi dasar dari suatu gugatan yang diperkarakan di PTUN dan hal apa saja yang dapat digugat atas suatu Keputusan TUN yang dianggap melanggar hak-hak dari subjek hukum tersebut?
  2. Yang bagaimanakah kriteria dikatakan tidak mampu agar dapat mengajukan permohonan untuk pemeriksaan dengan acara cepat dan apabila permohonan tersebut ditolak atau dikabulkan, bagaimanakah proses pemeriksaan selanjutnya yang akan berlangsung terkait dengan hal tersebut?
  3. Apa saja kekhususan yang terdapat dalam proses pemeriksaan cepat dan apa saja keuntungan yang didapat jika proses pemeriksaan perkaranya dengan acara cepat?

DOWNLOAD MATERINYA DISINI!!!

SUMBER:

  • Buku

Nasir, M, 2003. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Djambatan.

Prodjohamidjojo, Martiman, 2005. Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara. Bogor: Ghalia Indonesia.

Setiadi, Wicipto, 2001. Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara suatuPerbandingan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Soemitro, Rochmat, 1998. Peradilan Tata Usaha Negara. Bandung: PT Refika Aditama.

  • Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2004, Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.[8]

[1] Rochmat soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung: Refika Aditama, 1998, hlm.1

[2] Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara suatu Perbandingan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001, hlm. 103.

[3] Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

[4] M. Nasir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm.129

[5] Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara suatu Perbandingan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001, hlm.129

[6] M. Nasir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm.152

[7] M. Nasir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm.161

[8]

DOWNLOAD MATERINYA DISINI!!!

Diterbitkan oleh Perkumpulan Gemar Belajar GEMBEL

Perkumpulan Gemar Belajar GEMBEL merupakan suatu perkumpulan yang berdiri di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Didirikan oleh 7 orang Mahasiswa yang merasa diri mereka adalah sudah menjadi keluarga pada tanggal 02 Desember 2007. Sehingga dasar berdirinya ialah KEKELUARGAAN.

Tinggalkan komentar